slider

Menu

Info Terbaru

"Kota Manado, Kota Pejuang" Di Seminar 7 Tahun Kepemimpinan OD-SK


Manado, sulutberita.comKota Manado memiliki kisah heroik yang membanggakan, sehingga dinilai layak untuk mendapatkan sebutan sebagai Manado Kota Pejuang.

Pernyataan tersebut diungkapkan Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Olly Dondokambey saat membuka Seminar Nasional “Kota Manado Kota Pejuang” Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946, di aula Mapalus Kantor Gubernur Sulut, Senin,(13/2/2023).

“Kalau Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena Peristiwa 10 November 1945 maka, sangatlah tepat jika Manado dikenal sebagai Kota Pejuang karena Peristiwa 14 Februari 1946,” ungkapnya

Olly menyampaikan apresiasi kepada jajaran DPD Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP) Provinsi Sulut, atas inisiasi dan kolaborasinya sehingga acara Seminar Nasional “Kota Manado Kota Pahlawan” bisa terlaksana.

“Semoga Seminar Nasional ini bisa berjalan dengan lancar, memberikan pemahaman secara aktual dan faktual, mampu membangkitkan kobaran semangat pribadi kita dan mampu mengargai jasa pahlawan,” tukasnya.

Lahirnya kemerdekaan 77 tahun silam, ungkap Olly telah menuliskan cerita perjuangan dan sejarah dari tokoh dan masyarakat daerah, khususnya di Kota Manado, Bumi Nyiur Melambai.

“Perjuangan pada tanggal 14 Februari 1946 menjadi saksi nyata bumi kita, bagaimana para pejuang daerah ini, yang terdiri dari kalangan pribumi, barisan pejuang, dan laskar rakyat berhasil merebut kekuasaan dari Belanda dengan mengabil alih kekuasaan dan mengibarkan Bendera Merah Putih di atas gedung markas militer Belanda di Teling, yaitu dengan cara merobek warna biru bendera Belanda,” katanya.

Akibat pemberontakan dan penyerbuan tersebut, telah berhasil membebaskan beberapa tawanan pimpinan dan tokoh pejuang daerah, serta menawan beberapa pimpinan pasukan Belanda, diantaranya Letnan Verwayen, Kapten Blomm, Letnan Kolonel de Vries, beserta seluruh anggota NICA.

“Upaya yang dilakukan oleh masyarakat Sulut saat itu. adalah sebuah tekad dan komitmen atas proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945,” tandasnya.

“Kita melihat, peristiwa 14 Februari 1946 menjadi sebuah hentakan bagi pribadi kita, bahwasnya orang Sulut, para pejuang kemerdekaan Merah Putih masa lampau, tidak mengenal rasa takut dan tidak mau diintervensi oleh pihak penjajah,” tambahnya.

“Saat ini Pemerintah Sulawesi Utara tengah memperjuangkan agar terbit Kepres untuk mendapatkan tanggal 14 Februari ditetapkan sebagai hari Pejuang di Kota Manado,” katanya.

Penulis dan pemerhati sosial budaya Max Willar mengatakan julukan Surabaya Kota Pahlawan dianugerahkan Bung Karno pada 10 November 1950 sekaligus menetapkan tanggal 10 November sebagai hari untuk memperingati pertempuran Surabaya melawan tentara Britania Raya dan Belanda yang kemudian diformalkan jadi Hari Pahlawan melalui Keppres No. 316 tanggak 16 Desember 1959.

“Peristiwa perebutan kekuasaan NICA yang ditandai dengan dikibarkannya sang saka Merah Putih di Tangsi Militer KNIL di Teling, Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 14 Februari 1946 adalah perjuangan mengukuhkan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang senafas dengan Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya,” ungkapnya.

Harus diingat, sejarah mencatat bahwa Belanda baru mengakui kemerdekaan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949, yaitu ketika penyerahan kedaulatan (soevereiniteitsoverdracht) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.

Pada Peringatan Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Istana Negara 10 Maret 1965, Bung Karno memaklumkan kepada rakyat Indonesia bahwa 14 Februari adalah Hari Sulawesi Utara yaitu hari yang dikenang sebagai perjuangan mendukung terbentuknya Republik Indonesia yang diproklamasikan di Jakarta pada 17 Agustus 1945.

“Menjadi harapan kita bersama agar kelak ada Keppres yang menetapkan 14 Februari sebagai Hari Pejuang yang bukan Hari Libur Nasonal seperti yang berlaku bagi Hari Pahlawan,” tukasnya.

Adapun seminar yang merupakan baguan agenda 7 Tahun Kepemimpinan OD-SK itu dihadiri moderator seminar Pdt. Renata Ticonuwu,S.Th pembicara Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid,Ph.D, Sejarawan Nasional Dr.Anhar Gonggong,MA, penulis, dosen Filsafat dan Budayawan Dr.Benni Matindas.



 (*/15jo)

Share
Banner

Sulut Berita

Post A Comment:

0 comments: