Manado, sulutberita.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) mendapat perhatian dan apresiasi khusus dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Kemenko Polhukam) melalui Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri, Rina Soemarno atas dibentuknya Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 195 Tahun 2023.
Hal itu diungkapkan Deputi Rina Soemarno dalam kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Di Luar Negeri, yang dilaksanakan Rabu 4 Oktober 2023 di Aula Mapalus, Kantor Gubernur Sulut di Manado.
Adapun kegiatan rakor yang dibuka langsung Wakil Gubernur Steven Kandouw dengan mengambil tema 'Penguatan Koordinasi dan Peran Pemda Dalam Upaya Pencegahan Kasus-Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada Sektor Judi Online/Online Scam di Provinsi Sulut' itu pun terungkap, soal data TPPO ke luar negeri pada sekarang itu sudah tidak memandang latar belakang korban, bahkan ada yang berpendidikan tinggi.
Wagub mengungkapkan, ada tiga hal yang selalu jadi underline Presiden Joko Widodo yakni Stunting, Inflasi dan TPPO. Dimana Provinsi Sulut merupakan daerah kedua (2) sebagai potensi kerawanan TPPO.
"Sulut yang memiliki 2,6 juta penduduk ini terdapat masalah akibat TPPO di sektor judi online yang secara khusus ada di Segitiga Emas, di Kamboja, Myanmar dan Laos. Kita ada 76 orang, ini menjadi catatan khusus untuk kita semua,” terang Kandouw dengan mengungkapkan bahwa terdapat kaum perempuan asal Provinsi Sulut yang mencari pekerjaan ternyata disalahgunakan, biasanya di daerah-daerah Indonesia bagian timur seperti Papua dan Maluku dan sebagian kecil di pulau Jawa. "Sekarang ini muncul lagi yang sangat merugikan bangsa di Sulut, yaitu judi online. Yang paling memiriskan, menurut catatan (dari Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri) ternyata yang terkena pekerjaan dengan praktek-praktek ini, kalau pola yang dulu tergoda karena memang orang susah dari keluarga miskin. Tapi yang ini yang sangat terasa dari keluarga yang punya latar belakang pendidikan mapan," jelasnya dengan menjelaskan bahwa hal itu bisa terjadi karena, adanya ketidakmampuan kontrol implus keinginan-keinginan, tawaran-tawaran yang tidak bisa dikontrol yang pada akhirnya terjadi seperti itu.
"Oleh karena itu, selain tugas pemerintah untuk hadir menyelesaikannya, para tokoh agama serta seluruh elemen masyarakat juga diperlukan keterlibatannya. Terima kasih saya sampaikan bahwa teman-teman dari kepolisian di Sulawesi Utara sangat tanggap dengan hal-hal begini. Makanya, oleh DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) selalu memberikan penghargaan kepada Polres-Polres yang cepat tanggap akan hal-hal seperti itu. Meski demikian kita tetap upayakan, ikhtiarkan preventif,” ujar Wagub Kandouw.
Disamping itu terkait dengan adanya pengiriman tenaga kerja ke lua negeri oleh Pemprov Sulut, bahkan sudah mempunyai kontrak target dari mitra kerja yang dalam kurun waktu satu tahun, minimal 2.000-an tenaga kerja dikirim. Kita berharap hal ini juga akan mengurangi probabilitas seorang anak, untuk mau dibodohi dengan pekerjaan-pekerjaan seperti judi online,” harapnya yang mengibaratkan seperti gunung es yang ketahuan sama orang sedikit, tapi sudah ada ratusan orang dari Sulut yang jadi korban judi online dan dipekerjakan di luar negeri.
“Judi online di media-media sosial kan kita bisa lihat. Bagaimana anak-anak muda tiba-tiba bisa hidup bermewah-mewah, miliki mobil-mobil mahal punya rumah macam-macam gaya hidup ternyata judi online. Ini tugas kita sebagai pelayan di masyarakat untuk melawan,” tandas mantan Ketua DPRD Provinsi Sulut itu.
Adapun sebelum itu, dalam sambutnnya Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri, Rina Soemarno mengatakan bahwa, secara tradisional salah satu bentuk TPPO itu di antaranya perempuan disalurkan ke berbagai negara seperti ke negara tetangga Malaysia atau ke Timur Tengah untuk menjadi pekerja domestik, yang pria menjadi pekerja informal di perkebunan. “Tapi, pada saat ini sudah berbeda. Nah, sekarang kita bicara baru, yang profil korbannya berbeda, bukan lagi hanya ibu-ibu, tapi terutama pemuda bukan berasal dari pedesaan tetapi berasal dari perkotaan bukan berpendidikan rendah tetapi umumnya pendidikan cukup tinggi hingga universitas dengan tujuan umumnya ke negara-negara tetangga kita di Asia Tenggara. Mereka dipekerjakan menjadi online scamer, menipu secara online bekerja di judi online dan banyak penipuan lain yang menggunakan teknologi informasi,” ungkap Rina.
Adapun modus untuk perekrutan calon korban, dibeberkannya itu melalui media sosial (Medsos). Artinya, korban melek dengan menggunakan teknologi informasi.
“Mereka tergoda oleh judi online atau skema perekrutan yang menggunakan teknologi informasi ini mereka juga memiliki ciri yang khas dalam pekerjaannya, mereka tidak bekerja di rumah,” ungkapnya.
Lebih jauh, Rina pula 'membongkar' adanya trend baru dalam TPPO yakni, perdagangan organ tubuh, biasanya ginjal dan ini sudah banyak kasusnya di negara Kamboja.
“Tapi kami juga mencermati sudah ada kasus yang di Eropa, itu kalau mau dibilang TPPO, ya agak susah juga karena mereka ke sana datang sendiri katanya ya keinginan sendiri. Terkait dengan TPPO tren baru ini dimana banyak korban pada umumnya korban tidak merasa dia menjadi korban dia menjadi korban TPPO,” ungkap seraya menyebutkan, hal-hal itu diperlukan upaya pencegahan yang masif.
Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri, kasus online scam hingga bulan Agustus Tahun 2023 terdapat 2.842 orang WNI dan kasusnya ditangani oleh pihak perwakilan RI. Khususnya dari Asia Tenggara, terjadi peningkatan pesat dari tahun 2021 dengan korban hanya 116.
Diketahui dari catatan ribuan kasus di Asia Tenggara juga untuk WNI korban TPPO, Provinsi Sulut menduduki urutan kedua (2) dengan jumlah kasus 76 Orang dibawah Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Diketahui, pelaksanaan kegiatan rakor tersebut dihadiri Sekretaris Daerah Provinsi (Swkprov) Sulut, Steve Kepel para pejabat Eselon II Pemprov Sulut, Forkopimda, Perwakilan TNI/Polri, para Sekda dan Kapolres se-Sulut.
(Mild/*)
Post A Comment:
0 comments: