slider

Menu

Info Terbaru

Perkara Tanah Di Kolongan Atas Sonder Minahasa Terus Berlanjut



Billy B. Matindas

MINAHASA,
sulutberita.comPerkara kasus tanah di Desa Kolongan Atas, Sonder, Kabupaten Minahasa, yang menjadi buah bibir masyarakat setempat hingga media-media massa elektronik, rupanya belum akan berakhir. Sebagaimana diberitakan sejumlah media sebelumnya, Louis Carl Schramm, yang merupakan oknum praktisi hukum yang dilaporkan ke Polda Sulut berdasarkan Pasal 263 KUHP, yaitu dugaan tindak pidana pemalsuan surat, malah menggugat balik sang pelapor, Thomas Tampi beserta ahli waris pemilik tanah di Kolongan Atas, Sonder tersebut. 

Namun, keadilan tidak bisa dibohongi, gugatan Schramm ditolak sepenuhnya oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tondano, daerah hukum Minahasa, tempat lokasi tanah itu (Sonder). 

Sertifikat Hak Milik Nomor 357 atas nama Schramm dinyatakan tertib dengan cara yang tidak prosedural, Penggugat (Louis Carl Schramm) tidak dapat dikualifikasikan sebagai pembeli beritikad baik, sesuai bunyi putusan, karena di atas tanah seluas kira-kira 37.000 Meter persegi tersebut sudah lebih dulu terbit Sertifikat Hak Milik Nomor 79 milik Hendrik Matheos Tampi, yaitu kakak kandung Thomas Tampi (Pelapor). 

Tak habis akal karena berlatar belakang pengacara, Schramm pun naik banding ke Pengadilan Tinggi Manado, memaksakan keadilannya sendiri. Dan memang, langkah itu dimungkinkan dalam hukum acara negara ini. 

Ternyata tidak hanya dalam ranah hukum perdata saja, namun kasus ini meningkat dalam ranah hukum pidana. Sebagaimana informasi via telepon, melalui Billy B. Matindas, yang merupakan pengacara dalam kasus perdata ahli waris Hendrik Matheos Tampi mengungkapkan, dirinya telah menerima informasi dari rekan sejawatnya yang mengawal kasus tersebut.

“Saya dapat informasi dari rekan pak Thomas di Polda Sulut, yaitu pak Erick Jacobus, katanya mereka telah mengirimkan Dubsmash ke Kepala Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim POLRI dgn tembusan sampai ke Kapolri untuk minta atensi pada perkara ini,” ungkap Billy.

“Saya memberi apresiasi atas langkah ini, karena sudah waktunya ada supervisi dari pusat, kasus ini dilaporkan sejak tahun 2019, dan ditingkatkan dari Penyelidikan (lidik) ke Penyidikan (sidik) tahun 2022. Dengan demikian sudah waktunya ada penetapan tersangka," tambahnya yang menilai, terkesan ada arogansi lokal dalam perkara ini atas status sosial terlapor, yang menurut Thomas Tampi bahwa ayah mertua Schramm bernama Eddy Sepang beserta istrinya sempat menawarkan untuk membeli tanah itu dari padanya. 

Hal itu berarti, pihak Schramm dan Eddy Sepang sudah mengetahui persis bahwa tanah itu telah bersertifikat (berarti Eddy Sepang harusnya tahu pula bahwa tanah itu sudah ada pemiliknya). Namun, setelah sertifikat tanah dimaksud diperlihatkan oleh Nancy Walukouw, pejabat Hukum Tua Kolongan Atas waktu pemekaran desa itu, namun dia malah berkonspirasi menjadi bagian dari penerbitan surat tanah yang baru.

Dalam persidangan perdata, dari keterangan Saksi Wempie Tilaar terungkap pula jika ternyata Eddy Sepang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Ellen Sylvana Senduk, Kepala BPN Minahasa ketika SHM Nomor 357 atas nama Louis Carl Schramm suami dari Yvette Dwayne Sepang yang diterbitkan. Ada apa ini?

Masyarakat Indonesia tentunya rindu memiliki negara yang sejahtera, karena selama hampir 79 tahun merdeka, Indonesia yang kaya ini hanya dapat dinikmati oleh segelintir oknum yang punya wewenang dan memanfaatkan pengaruhnya dengan motif negatif. Perlu ada kesadaran kolektif para penyelenggara hukum bangsa ini untuk menerapkan hukum lebih baik. Kita pun selaku masyarakat, hendaknya bersikap kritis dan konsisten mengawal negara tercinta ini. Semoga kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan walaupun langit runtuh. (*)

Share
Banner

Sulut Berita

Post A Comment:

0 comments: